Jakarta – Suasana depan gedung DPRD DKI Jakarta kembali pttogel ramai dengan kehadiran massa aksi yang menuntut transparansi penggunaan anggaran tunjangan rumah anggota dewan yang disebut-sebut mencapai Rp 70 juta per bulan. Tuntutan ini muncul setelah isu mengenai fasilitas mewah yang diterima para anggota DPRD kembali mencuat di ruang publik dan menuai kritik dari masyarakat.
Massa Aksi Pertanyakan Keadilan
Dalam orasinya, massa menilai tunjangan rumah sebesar Rp 70 juta tidak masuk akal jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi sebagian besar warga Jakarta. Mereka mempertanyakan mengapa para wakil rakyat masih menerima fasilitas dengan nominal besar, padahal Jakarta masih menghadapi berbagai persoalan serius seperti kemiskinan, pengangguran, banjir, hingga masalah transportasi.
“Rakyat susah cari makan, masih banyak yang tinggal di rumah tidak layak huni. Tapi anggota DPRD bisa menikmati tunjangan rumah puluhan juta setiap bulan. Ini tidak adil!” teriak salah satu orator dari atas mobil komando.
Massa juga menegaskan bahwa aksi ini bukan hanya soal angka, tetapi menyangkut transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Mereka mendesak DPRD DKI untuk membuka data rinci mengenai dasar perhitungan tunjangan tersebut dan mekanisme penggunaannya.
Respons DPRD DKI Jakarta
Menanggapi aksi tersebut, sejumlah anggota DPRD DKI menyatakan bahwa tunjangan rumah merupakan bagian dari hak dan fasilitas yang diatur dalam peraturan pemerintah, bukan keputusan sepihak dari dewan. Namun demikian, mereka mengakui bahwa transparansi memang penting agar masyarakat memahami dasar hukum serta kebutuhan riil di balik anggaran tersebut.
Ketua DPRD DKI Jakarta bahkan berjanji akan mengundang Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) dan pihak eksekutif untuk menjelaskan secara terbuka mengenai tunjangan rumah. “Kami memahami keresahan masyarakat. Karena itu, kami siap menjelaskan agar tidak ada kesalahpahaman,” ujarnya.
Pakar Menilai Perlu Evaluasi
Sejumlah pakar kebijakan publik menilai bahwa nominal tunjangan sebesar Rp 70 juta memang perlu ditinjau ulang. Menurut mereka, meski aturan memberikan hak, tetap harus ada prinsip kewajaran dan efisiensi anggaran, apalagi di tengah kondisi fiskal daerah yang terbatas.
“Bukan hanya soal besarannya, tapi apakah memang ada kebutuhan riil yang sesuai dengan angka tersebut. Jika tidak, maka wajar publik menuntut revisi,” kata seorang pengamat politik dari Universitas Indonesia.
Gelombang Kritik di Media Sosial
Isu tunjangan rumah Rp 70 juta ini juga ramai diperbincangkan di media sosial. Tagar terkait DPRD DKI Jakarta sempat trending, dengan mayoritas warganet menyoroti kesenjangan antara fasilitas mewah pejabat dan kondisi rakyat kecil. Banyak yang menilai kebijakan itu jauh dari semangat keadilan sosial.
“Rumah kontrakan rakyat kecil di Jakarta rata-rata cuma Rp 1-2 juta per bulan, itu pun sudah berat. Masa dewan bisa dapat Rp 70 juta cuma buat tunjangan rumah? Tidak masuk akal!” tulis seorang netizen di Twitter/X.
Penutup
Tuntutan massa aksi di DPRD DKI Jakarta menyoroti betapa pentingnya transparansi dalam pengelolaan anggaran negara, khususnya yang menyangkut fasilitas pejabat publik. Meski ada dasar hukum yang mengatur, publik tetap berhak mengetahui alasan, mekanisme, dan pertimbangan logis di balik anggaran tunjangan rumah yang fantastis tersebut.
Apakah DPRD DKI Jakarta akan membuka seluruh rincian anggaran dan mengevaluasi kebijakan tunjangan rumah Rp 70 juta? Publik kini menunggu langkah konkret yang bisa meredam kekecewaan sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap wakil rakyatnya.
sumber artikel: www.youforgottorenewyourhosting.com